TelisikNusantara.com – Indonesia diprediksi harus mengeluarkan dana besar hingga Rp 600 triliun per tahun jika terjadi perang terbuka antara Iran dan Israel. Dana ini akan diperlukan untuk menutupi lonjakan biaya impor bahan bakar minyak (BBM) dan gas. Menurut Direktur Eksekutif Reforminer Institut, Komaidi Notonegoro, hal ini disebabkan oleh kendali Iran atas Selat Hormuz, yang memainkan peran vital dalam perdagangan minyak global.
“Setiap kenaikan harga minyak sebesar USD 1 per barel, negara harus menambah pengeluaran hingga Rp 10 triliun. Jika perang terjadi dan minyak melonjak USD 60 per barel, maka pengeluaran negara bisa mencapai Rp 600 triliun per tahun,” ujar Komaidi dalam diskusi di Jakarta, Selasa (10/9).
Selain itu, Komaidi menambahkan bahwa posisi Indonesia sebagai negara pengimpor minyak menjadikan Indonesia tidak memiliki kendali terhadap harga minyak global. Konsumsi minyak Indonesia hanya 1,5 juta barel per hari, yang hanya menyumbang sekitar 1,57 persen dari total konsumsi global sebesar 95 juta barel per hari. Artinya, Indonesia menjadi “price taker,” yang artinya harus menerima harga berapapun yang berlaku di pasar internasional.
“Situasi ini menunjukkan betapa strategisnya sektor minyak bagi Indonesia, sementara global sudah bergerak menuju energi hijau, sehingga diperlukan solusi yang lebih bijaksana untuk menghadapi situasi ini,” tutup Komaidi.