TelisikNusantara.com – Juru Bicara Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Yustinus Prastowo, memberikan penjelasan mengenai kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 2,2 persen yang dikenakan pada masyarakat yang membangun rumah. Ia menegaskan bahwa pajak ini tidak berlaku untuk semua orang, melainkan hanya untuk mereka yang memenuhi syarat tertentu.
Salah satu syarat utama adalah luas bangunan minimal 200 meter persegi. “Jika luas bangunan kurang dari 200 meter persegi, tidak akan dikenakan PPN KMS sebesar 2,2 persen,” tulis Yustinus di akun Twitternya, Senin (16/9). Artinya, masyarakat yang membangun rumah di bawah luas tersebut bebas dari PPN.
Yustinus juga menekankan bahwa kebijakan ini sebenarnya menunjukkan keberpihakan pemerintah kepada masyarakat kelas menengah ke bawah. Pajak ini hanya akan dibebankan kepada kalangan kaya yang membangun rumah dengan ukuran besar. Sementara itu, masyarakat berpenghasilan rendah justru mendapat berbagai fasilitas dari pemerintah untuk mempermudah mereka memiliki hunian.
Salah satu fasilitas tersebut adalah insentif PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) yang berlaku bagi pembelian rumah tapak atau rumah susun dengan harga maksimal Rp5 miliar. Insentif ini jelas menguntungkan konsumen kecil-menengah, sedangkan rumah mewah dengan harga di atas Rp30 miliar dikenakan pajak yang lebih tinggi, termasuk PPN dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) sebesar 20 persen.
Tak hanya itu, pemerintah juga menyediakan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) untuk masyarakat berpenghasilan hingga Rp8 juta. Program ini membantu masyarakat mendapatkan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dengan bunga maksimal 5 persen, jangka waktu kredit hingga 20 tahun, dan subsidi uang muka sebesar Rp4 juta.
Namun, Yustinus juga mengingatkan bahwa pajak PPN untuk membangun rumah sendiri tanpa kontraktor akan naik dari 2,2 persen menjadi 2,4 persen mulai tahun depan. Hal ini sejalan dengan rencana kenaikan PPN umum dari 11 persen menjadi 12 persen pada 2025, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Kebijakan ini menunjukkan bagaimana pemerintah berusaha menjaga keseimbangan antara keadilan fiskal dan dukungan bagi masyarakat berpenghasilan rendah dalam upaya memiliki hunian.