TelisikNusantara.com – Pemerintah berencana menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025, meningkat dari tarif saat ini yang sebesar 11 persen. Kenaikan ini diprediksi akan berdampak negatif terhadap daya beli masyarakat dan berpotensi meningkatkan angka pengangguran.

Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menilai bahwa kebijakan ini tidak bijaksana mengingat daya beli masyarakat yang masih tertekan. Ia berpendapat bahwa pemerintah seharusnya fokus pada kebijakan yang mendukung daya beli, alih-alih memberatkan masyarakat.

“Kebijakan menaikkan tarif PPN akan mengurangi pendapatan disposable masyarakat, yang pada akhirnya akan kontradiktif dengan pertumbuhan ekonomi. Daya beli masyarakat akan semakin tergerus,” kata Nailul. Ia memperingatkan bahwa dampak terburuk dari kebijakan ini adalah meningkatnya pengangguran dan terbatasnya kesejahteraan masyarakat.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 7,20 juta orang per Februari 2024, setara dengan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 4,82 persen. Meskipun angka ini lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu 7,99 juta orang, tantangan tetap ada.

Nailul juga mencatat bahwa beberapa negara, seperti Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Kanada, memiliki tarif PPN yang lebih rendah dibandingkan Indonesia. Ia menekankan pentingnya mempertimbangkan model kebijakan pajak yang lebih ramah terhadap masyarakat dan pertumbuhan ekonomi.

Leave a Reply

Related Posts